Thursday, April 15, 2010

It's Time For Fan Fiction

It’s You

Kalo agak-agak gak jelas mohon maaf lahir batin aja lah.

Shin Chae Young
Aku belum pernah melihat cowok sedingin itu, dan sesempurna itu. Wajahnya melambangkan kesempurnaan Pangeran-pangeran negeri dongeng. Matanya dingin sempurna, dan bibirnya tipis. Tapi, senyum mautnya, membuat semua orang meleleh, lebih dari kecepatan cahaya. Lebayyyy…
Penggemarnya memang banyak, namanya Lee Donghae. Kelas 3 SMA, masih menjabat sebagai ketua OSIS, Kapten Basket, dan Presiden Klub Debat pada saat yang sama. Kelebihannya juga bisa bernyanyi, dan menari. Yang membuat semua cewek di sekolah masuk fansclub-nya. Tapi ya itu, dia dingin. Senyumnya cuma terlihat sesekali, dan uniknya lagi, dia single! Yang mau banyak, tapi dia nggak banyak mau. Dia nggak dekat sama cewek, cuma dekat sama beberapa temen cowoknya, yang nggak kalah populer, seperti si Kibum, Kyuhyun, Siwon, dan Yesung, yang sama-sama diam dan single seperti dirinya.

Pagi Hari
Aku berjalan gontai ke kelas, begitu kubuka pintu kelas, desisan marah sudah kudengar dari segala penjuru kelas. Aku sudah terbiasa, dua tahun setengah aku sudah mengalaminya. Gadis-gadis itu iri padaku, karena wajahku manis, meski aku tidak pernah berdandan. Mataku pun buah almond, tidak sipit seperti orang Korea kebanyakan. Dan aku pintar, pintaaaaaaar sekali, sehingga banyak yang iri. Tapi, aku tidak tahu kenapa mereka siriknya lebai banget. Aku sabaaaaar saja menerima perlakuan mereka. Tapi, pagi ini keterlaluan! Namaku ditulis di papan tulis, dibilang oplas lah, suka merayu guru lah, bahkan ada tulisan yang bilang aku suka main om-om hingga membiayai operasi plastik wajahku!
Aku melihat tulisan di depan gemetaran. Dan Ginger, ketua Geng Gendeng di kelasku menghampiriku, bareng dengan Sunny dan Miranda. ”Eh, anak scolarship! Jangan kira kita nggak tau apa-apa, ya… elo oplas, kan? Makanya lo bisa buat mata lo cakep kayak gitu! Trus, lo suka main Om-om, kan? Makanya lo bisa operasi padahal nyokap lo sakit-sakitan, dan bokap lo udah gak ada?!”
Aku menggeleng. ”Nggak! Nggak, kok!”
”Bohong!” teriak Sunny di kupingku, sementara Miranda menjambak rambutku. ”Kemaren lo pulang sama siapa kalo gitu?”
Aku langsung merinding. Kemarin Donghae mengantarku pulang, tapi tumben dengan mobil. Meski di dalam mobil kami seperti orang bisu karena diam-diaman. Aku tak mungkin mengatakannya.
”Itu aku.” Suara dibelakangku mengagetkanku.
Semua isi kelasku menoleh. Donghae, dengan kemeja dikeluarkan, kancing atasnya terbuka, dan dua tangan masuk ke dalam saku celana. Mata dinginnya menatap tajam Miranda.
”Donghae?”
”Kalian nanya dia diantar siapa kan?” ulang Donghae dingin. ”Aku, Lee Donghae.”
Ratusan hati langsung patah berserakan, nunggu disapu-sapuin sama cleaning service sekolah.
”Trus… kalian kenapa sewot? Mau tau aja urusan orang?! Ngiri, karena dia manis?” tanya Donghae lagi, yang membuat banyak gadis pingsan di tempat. ”Yang oplas itu kalian! Kenapa bawa-bawa dia, sih?!”

Siang Hari, Author Side
Semua diam. Donghae pergi, dan nasib Chaeyoung mendadak jauh lebih mengenaskan daripada sebelumnya. Hingga jam pulang sekolah, di atap sekolah, Chaeyoung cuma bisa diam, menangis, karena kemejanya sudah robek-robek, dan disana-sini banyak noda darah. Wajahnya lebam-lebam, setelah bel pulang sekolah, barulah Chaeyoung berani turun, membuka lokernya, dan menangis kembali. Pakaian olahraganya yang biasanya ada disana, raib! Jelas kerjaan Geng Gendeng itu. Gimana dia bisa pulang?
”Han Chaeyoung?”
Chaeyoung menoleh, kaget, langsung merapatkan tangannya di sekujur tubuhnya. ”Kyuhyun-ssi.”
”Astaga! Ada apa denganmu? Kenapa kau?” Kyu ngeri memandangi sekujur tubuh Chaeyoung.
Chaeyoung cuma bisa geleng-geleng, dan menutupi bagian kemejanya yang compamg-camping. Kyuhyun langsung mengambil ponselnya. ”Donghae-ya? Kau dimana? Ada situasi gawat, putar balik!” setelah dia menutup ponselnya, dia membuka kemejanya, dan melingkarinya di bahu Chaeyoung. ”Pake aja…”
Untungnya Kyuhyun memakai kaus oblong di dalam kemejanya. Chaeyoung cuma menatapnya heran. ”Kyuhyun-ssi, kenapa kau menghubungi Donghae-ssi?”
”Kenapa?” tanya Kyuhyun heran. ”Yah, Chaeyoung-ah, kau pikir kau begini gara-gara siapa?”
”Maksudmu?”
”Ya gara-gara Donghae, lah…” jawabnya. ”Dia membelamu tanpa mengerti cewek sama sekali. Rata-rata cewek itu malah akan semakin kejam kalau dipermalukan seperti tadi! Sementara mereka gak akan pernah nyalahin Donghae, pasti nyalahinnya elo!”
Chaeyoung mengangguk-angguk. Tak lama terdengar suara langkah kaki, dan pintu digeser. Lee Donghae berdiri disana. ”Han Chaeyoung?”
”Yah, Donghae-yah… lihat itu!” Kyuhyun menunjuk Chaeyoung.
Donghae memerhatikannya lekat-lekat, maju dan memeriksa bagian wajah, tangan, kaki dengan cermat. ”Gwenchana?”
”Eh!” Kyuhyun dengan enaknya menjitak kepala Donghae. ”Udah kayak dicincang begitu masih nanya gwenchana?”
”Cewek-cewek itu emang gak bisa dibiarin!” Donghae mendengus. ”Chaeyoung-ah, ayo pulang, kuantar!” Donghae tiba-tiba saja menggendong Chaeyoung. Chaeyoung panik dan geleng-geleng.
”Gak usah, beneran gak apa-apa!”
Donghae cuek bebek, dan membawanya pergi. Kyu dibelakangnya tersenyum senang. Di mobil pun Donghae mendudukan Chaeyoung dengan hati-hati, dan memasangkan sabuk pengamannya.
Setelah perjalanan yang hening. Untuk pertama kalinya dalam hidup, Donghae membuka mulut. ”Mianhae.”
Chaeyoung mengerjapkan matanya.
”Jeongmal mianhae.”
”Gwenchana.”
”Aniyo.” Donghae menatap lurus ke depan. ”Itu semua salahku, Chaeyoung-ah. Kau tau kenapa kau sering dijadikan bulan-bulanan? Itu dulu, karena ketika awal kita masih kelas satu, aku mengantarmu. Mereka tidak suka, karena aku tidak mau kau terluka karena aku dekat denganmu, aku menjauhimu dan menjauhi semua gadis. Aku masih mencoba untuk tetap dekat denganmu, dengan menunggumu pulang, sehingga aku bisa mengantarmu. Tapi, mereka tetap tahu dan menghajarmu. Tapi, kali ini sudah kelewatan! Kau,” dia menoleh memandang Chaeyoung. ”Kau mau pulang dengan keadaan begini?”
Chaeyoung menunduk memandang sekujur tubuhnya memar-memar, kemudian mengingat kondisi ibunya. ”Andwe!”
”Hhh…” Donghae menghela napas. ”Kalau begitu ke rumahku, ya?”
”Mwo?”
Tanpa ba bi bu, Donghae terus membawa mobilnya menuju rumah. Chaeyoung yang penakut itu tidak berani bertanya apa-apa. Tak lama keduanya sampai di rumah Donghae. Donghae pun menggendongnya kembali, dan membawanya ke dalam rumahnya. Rumahnya cukup besar, tapi sepi, kosong tak ada orang. Donghae membawanya ke kamarnya.
”Kok kesini?” akhirnya Chaeyoung mencicit.
”Kau mau dibawah? Kan tak ada gorden…” jawab Donghae. Lalu dia berdiri dan mengambil kotak P3K di dinding dan membawanya ke kasur. ”Buka kemejanya Kyu!”
Chaeyoung menggeleng. ”Aku bisa sendiri, Donghae-ssi.”
”Buka!”
Dibawah tatapan Donghae yang tajam. Akhirnya perlahan-lahan, Chaeyoung membuka kemeja Kyuhyun, yang melapisi kemejanya sendiri yang compang-camping. Donghae tetap pada ekspresinya, dingin! Tak ada reaksi apa-apa ketika dia mulai mengoleskan obat ke sekujur tubuh Chaeyoung yang terluka.

Chaeyoung
Sejak saat itu, aku merasa luka hatiku pun telah dijahit olehnya. Dan dia sekarang benar-benar jadi dekat denganku. Semua gadis jadi tak ada yang berani menjahiliku, karena backing-anku adalah Donghae cs.
Pulang-pergi selalu, Donghae menjemputku. Lambat laun, aku pun tahu tentang dirinya. Bagaimana tentang keluarganya yang hancur berantakan, sehingga dia hanya tinggal sendiri, dan diberi nafkah saja oleh ayahnya yang sekarang dengan ibu tirinya. Bagaimana ibu kandungnya sudah meninggal, karena menyimpan sakit pada ayahnya. Aku tahu semua, lama kelamaan aku jadi menyayanginya.
Aku juga dekat dengan sahabat-sahabatnya, Kibum yang senyumnya bikin merinding, Kyuhyun yang ternyata cablak, Siwon yang aliiiiim, dan Yesung yang cool tapi care. Aku merasa nyaman dengan mereka, selain dengan Donghae aku paling dekat dengan si alim Siwon, mungkin karena sama-sama alim kali ya. Tapi, aku menyukai Donghae, caranya menjagaku, marah kalau aku terlalu pasrah dan menerima keadaan, juga kalau aku pulang hujan-hujanan tanpa meminta dirinya menjemputku. Semua orang di sekolah menyangka kami pacaran, memang itu yang diinginkan Donghae, agar orang memandangku sebagai pacarnya, dan tidak menyakitiku.
Tapi, dilain sisi aku juga sakit. Sakit karena lama kelamaan mencintainya, dan yang dia lakukan padaku adalah sebatas kasihan. Aku harus melakukan sesuatu, daripada nanti aku dicampakkan, lebih baik aku yang mundur duluan.

Author
Chaeyoung sudah rapi, sejam lebih awal. Kalau biasanya Donghae menjemputnya, kali ini Chaeyoung harus berangkat sendiri agar dia tidak tergantung lagi dengan Donghae. Ponselnya diacuhkannya, dan dia langsung berangkat setelah pamit pada ibunya.
Di dalam bus, waktu telah menunjukkan pukul setengah tujuh. Biasanya, Donghae sudah sampai di rumah. Dan benar saja, ponsel Chaeyoung bergetar. Pesan dari Donghae. Chaeyoung, kamu sudah berangkat? Kenapa duluan? Kok tidak kasih kabar?
Chaeyoung menghiraukannya. Sesampainya di sekolah, dia langsung menuju perpustakaan hingga dia bertemu Siwon. ”Chaeyoung-ah…”
”Siwon-ah…”
”Yah, kau sudah sampai?” Siwon mengerling jam tangannya. ”Cepat sekali, biasanya Donghae in time, tidak pernah on time.”
Chaeyoung cuma tertawa, dan langsung meninggalkan Siwon. Tinggal Siwon kebingungan akan sikap Chaeyoung itu. Sampai ponselnya berdering, Siwon mengangkatnya. ”Donghae?”
”Siwon-ah… kau liat Chaeyoung?”
”Ne… dia ke perpustakaan.”
”Jadi dia sudah sampai?”
”Iya, kenapa?”
Ponsel keburu ditutup.

Lee Donghae
Perasaanku kacau balau hari ini. Sudah tiga setengah tahun aku mengenal gadis rapuh bernama Han Chaeyoung itu… tapi semenjak dekat dengannya, semenjak kejadian tiga bulan lalu, hari ini aku kacau dibuat olehnya. Setelah dia menjadi aneh beberapa hari lalu, akhirnya yang kutakutkan terjadi, dia ingin lepas dariku. Tanpa ada pemberitahuan sebelumnya, Chaeyoung tadi pagi pergi ke sekolah sendiri, tanpa memberi kabar apa pun. Pesanku tak dibalas, dan akhirnya jadi seperti ini.
Seharian aku mencarinya di penjuru sekolah, dia tak ada. Entah sembunyi dimana dia. Aku kok jadi kacau begini? Seharian tidak melihatnya bisa frustasi begini? Meski hanya akting jadi pacarnya, aku menikmati saat-saat hanya aku yang bisa menggan-dengnya, merangkulnya. Aku tetap tidak bisa menemukannya, akhirnya aku pulang dengan sedih, betapa kagetnya aku dia berdiri di depan rumahku.
”Chaeyoung-ah…” aku buru-buru turun, dan menghampirinya.
Dia tersenyum, tapi senyumnya aneh janggal. ”Donghae-yah… gumawo, telah menjagaku selama ini.”
”Mwo? Kau bicara apa?”
Chaeyoung menatapku dalam-dalam. ”Lee Donghae, kau baik sekali… kau mau menjadi teman dari orang selalu dicemooh ini. Kau dari dulu selalu membantuku, melindungiku. Aku sangat berterima kasih, aku bingung harus membalasnya dengan apa…”
”Yah! Aku tak suka kau bicara begitu…”
”Bukan begitu…” katanya lirih. Wajahnya memerah, dia akan menangis! Ya Tuhan, gadis ini tak pernah menangis, meski dia dikecam dan dikerjai. Ada apa dengannya hari ini? ”Aku harus bisa hidup tanpamu, Donghae-ya… aku tidak mungkin bergantung terus padamu…” katanya. ”Aku sangat menghargai apa yang kau lakukan padaku, tapi aku tak mau membebanimu.”
Dan hujan turun. Deras, syukurlah, aku bisa menyembunyikan air mataku yang ikut turun.
”Maksudmu apa?” tanyaku lemah.
”Donghae-ya… kau tak perlu lagi menjagaku, kurasa aku cukup kuat untuk bertahan sekarang. Kau tak perlu terbebani lagi…”
”Terbebani?!” suaraku pecah saat mengatakannya. Dia mengangguk. ”Aku tidak pernah terbebani! Aku memang mau menjagamu, menjadi temanmu!”
”Tapi aku tidak mau!” jeritnya sambil menangis. ”Kau merasa bersalah, Donghae-ya… kau hanya merasa bersalah, karena perlakuan mereka kepadaku disebabkan cemburu padamu! Tapi itu tak mungkin diteruskan…”
Aku terhantam mendengar kata-katanya.
Chaeyoung mengusap matanya. ”Jadi, sudahi saja… aku kembali ke kehidupanku, terima kasih atas segalanya.” Chaeyoung berbalik, dan hendak berjalan pergi ketika aku menariknya dalam pelukanku.
”Jangan pergi!” aku membiarkan diriku menangis. ”Jangan pergi! Jangan pergi! Setelah semua orang dalam keluargaku, aku harus kehilangan orang yang kusayangi lagi? Tidak, aku tidak mau! Jangan pergi, Chaeyoung-ah…”
Chaeyoung terperangah.
”Apa kau merasa risi akan perlindunganku? Mian, aku benar-benar tak mau kau dicelakai lagi! Aku menyukaimu dari dulu… dari awal masuk, namun kau selalu dikerjai… karena aku. Aku mencoba mengantarmu pulang, tapi di jalan kau hanya diam. Kau selalu pasrah dan kuat, hingga akhirnya kau mendapat perlakuan kasar. Akhirnya aku bisa menjagamu, tapi kau tetap mau pergi? Apa yang harus aku lakukan Chaeyoung-ah, agar kau tidak pergi? Appa tak mau lagi merawatku, Eommaku sudah tidak ada. Cuma kau satu-satunya tumpuan hidupku, kalau kau tak ada, untuk apalagi aku hidup?!” kuluapkan semua emosi yang kurasakan.
Kudengar dia menangis tersedu-sedu dalam pelukanku.
”Aku sayang padamu… sumpah, aku sayang padamu…” aku hanya bisa mengatakan itu berulang kali.
Akhirnya dia bereaksi, dia melepaskan rangkulanku padanya dan berbalik menatapku. ”Wae?”
”Butuh alasankah mencintai seseorang?” tanyaku. ”Aku mencintaimu dengan segenap denyut nadiku, apa pun kelemahanmu, kekuranganmu. Aku mencintaimu, karena hanya kau yang menerimaku apa adanya, bukan dengan embel-embel kelebihanku!”
Dia kemudian tersenyum. ”Wae? Kenapa kau tidak bilang dari dulu? Karena aku merasa hanya akulah yang mencintaimu, Donghae-ya… kukira kau takkan pernah membalasnya!”
Aku tersentak, meski basah, aku merasakan kehangatan menjalar kesekujur tubuhku. Aku memeluknya lagi. ”Aku sayang padamu, aku cinta padamu, saranghaeyo… Chaeyoung-ah.”
”Aku juga…” ulangnya. ”Aku juga…”
Aku melepasnya, dan meletakkan kedua tanganku di wajahnya. Lalu aku menyapu-kan bibirku pelan, tepat di bibirnya. Awalnya dia kaget, tapi kemudian dia mengerat-kan pelukannya padaku, di tengah hujan.




Chaeyoung, My Eternal Love
NC-17
By : haejinnisya
Tag : lee donghae

Donghae dan Chaeyoung pacaran sejak SMA, dan hubungan itu terus berlanjut hingga keduanya kuliah. Keduanya kuliah di tempat yang sama, namun karena keterbatasan biaya, Chaeyoung akhirnya memutuskan berhenti dan memilih bekerja. Meski sebetulnya Donghae mau membiayai kuliahnya.
Chaeyoung bekerja di restoran kecil, tapi pengunjungnya banyak. Jadi dia sibuk sekali, sementara jadwal kuliah Donghae yang ambil jurusan Hubungan Internasional juga padat. Keduanya cuma bisa berhubungan dengan telepon dan sms, kadang-kadang juga hari minggu ketika Donghae libur, Chaeyoung harus masuk.
Hingga akhirnya, Chaeyoung dapat libur pun, Donghae sedang ada acara di kampusnya. Suatu malam, Donghae menelpon Chaeyoung.
”Jagi…” panggilnya manja.
”Ne?”
”Kangeeeeen banget!” kata Donghae sambil merinding.
Chaeyoung cuma terkikik. ”Yaaah, kau ini! Aku juga kangen, aku kangen bawelmu… hehehe.”
”Jagi kau dimana?”
”Di rumahlah…”
”Aku tau di rumah… maksudku dimananya?” tanya Donghae lagi.
”Di kamar, lah… kau ini bertanya yang aneh-aneh saja…”
Dia mengeluh. ”Aku kangen, aku mau bertemu…”
”Tapi sekarang sudah jam dua belas malam, Jagiya… dan besok kau ada seminar di kedutaan jam delapan pagi.” Kata Chaeyoung sabar. ”Besok kalau kau bisa pulang cepat, kau datang saja ke restoran, oke?”
”Kau kan tau itu mustahil!” kata Donghae kesal.
”Ya sudah, mungkin minggu ini kita memang belum bisa bertemu… oke? Jangan sedih begitu, dong…”
”But, I miss you…”
”I know, I miss you too…”
”Can I go there now?”
Chaeyoung terbelalak. ”Yah, kau gila? Sekarang sudah tengah malam lewat lima belas menit!”
”Berarti sudah pagi!”
”Apa kata Eomma-ku kalau kau datang jam segini?”
”Eommamu kan tahu aku calon menantunya…”
”Ya tapi calon menantunya itu nggak dateng tengah malem kayak hantu begini, Jagi…”
”Ah, aku mau kesana! Kau tunggu saja…” telepon terputus.
Chaeyoung tentu saja hanya menyangka kalau Donghae hanya bercanda, tapi Chaeyoung juga memang belum mau tidur. Dia duduk di meja kerjanya, sambil membaca buku, sampai jendelanya berbunyi krieeeet kencang. Chaeyoung menoleh, jendelanya berbunyi lagi. Kamarnya memang terletak di lantai dua, bagian belakang, halaman belakang kan kebun. Maka Chaeyoung ngeri-ngeri sendiri, begitu didengarnya bunyi krieeeeeeet tadi.
Chaeyoung berdiri mundur, sampai pintu jendelanya diketuk. Chaeyoung menjerit cukup kencang.
”SSSSTTT! PABO! Jangan keras-keras!”
Chaeyoung terperangah. Donghae. Dasar anak itu, buru-buru Chaeyoung membuka jendela kamarnya, ketika ibunya memanggil dari bawah. ”Chaeyoung-ah, gwenchana?”
”Gwenchana, Eomma… tadi ada kecoak… mian, mian…” balas Chaeyoung sambil berjingkat menutup jendela kembali, karena cowoknya sudah masuk ke dalam kamarnya. Begitu dia berbalik hendak memarahi Donghae, Donghae sudah merengkuhnya, dan memberinya satu ciuman panjang.
”Yah! Kau ini pabo sekali…” kata Chaeyoung begitu sudah berhasil melepaskan diri dari ciuman Donghae.
Donghae cuma terkekeh tak jelas, sambil memeluk Chaeyoung dan memutar-mutarnya seperti berdansa. ”Sekarang kau tau aku nekat, kan? Aaaah, I miss you sooo, baby…”
”Aku tau… tapi gak manjat juga kan caranya, kayak Romeo & Juliet aja…” sela Chaeyoung sambil balas memeluk Donghae.
Donghae terkikik. Kemudian melepaskan Chaeyoung, memandangnya lekat-lekat, ”Coba lihat! Dua minggu tak bertemu kau makin kurus saja! Yah, Chaeyoung-ah, kau ini makan tidak, sih?”
”Makaaaaaaan…” jawab Chaeyoung.
Donghae menariknya lagi ke dalam pelukannya, kemudian membawanya duduk di kasur. ”Baru dua minggu tidak bertemu rasanya seperti dua abad, Ya Tuhan… kenapa jadwalku padat sekali, sih?”
”Sudahlah, hari ini ketemu kan…”
Donghae melepaskan Chaeyoung dan manyun. ”Kau ini! Kau sama sekali tidak kangen apa padaku?”
”Kangen, kok…”
”Tapi santai banget ngomongnya…”
Chaeyoung ngakak. ”Yah habis aku harus gimanaaaaaa?”
Donghae manyun. Chaeyoung makin cekikikan, dan menoel-noel dagu Donghae. ”Donghae-ya… Jagiya… Jagiya… Honey Bunny Sweety Candy Baby…” Donghae masih manyun. ”Jangan ngambek, doooong…” lalu Chaeyoung sudah mencium Donghae singkat. Donghae terperangah. Seumur-umur dia pacaran sama Chaeyoung, nggak pernah sekalipun Chaeyoung menciumnya duluan.
”Yah…” mata Donghae berbinar-binar.
Chaeyoung tersenyum. ”Aku kangen, kok… serius deh!”
”Cium lagi!” pinta Donghae manja.
”Kan tadi udah…”
”Gak mau tau! Mau lagi… kalo gak aku marah…”
Chaeyoung geleng-geleng. Kemudian dia mencium Donghae lagi, awalnya cuma mau singkat aja, karena malu, tapi begitu bibirnya sudah mampir di bibir Donghae, Donghae menangkap punggung Chaeyoung, dan menariknya lebih dekat. Kali ini, bukan Chaeyoung lagi yang mengambil kendali, melainkan Donghae.
Donghae makin menarik Chaeyoung, dan tiba-tiba dari posisi keduanya yang duduk, keduanya telah berbaring. Donghae menarik Chaeyoung, sehingga posisi Chaeyoung kini telah berada di atas tubuhnya. Donghae semakin tidak bisa mengendalikan diri, namun Chaeyoung melepaskan dirinya.
”Yah, kau ini nakal sekali…” wajah Chaeyoung berbinar, tapi merah padam seperti kepiting rebus.
Donghae tersenyum. Kemudian dia berdiri, dan beranjak ke pintu.
”Kau mau kemana?”
”Mematikan lampu…”
”Yah!” pekik Chaeyoung tertahan, namun klik lampu sudah mati. Chaeyoung langsung merinding, dadanya berdegup kencang. Bukannya dia tidak mau, tapi dia belum siap! Aduuuuh…
Kemudian seseorang, Donghae, sudah meraihnya lagi. ”Saranghae…” bisiknya tepat di tengkuk Chaeyoung.
”Donghae-ya…” keluh Chaeyoung.
Tapi Donghae tak mau mendengarkan, dan sekarang sudah mengecup leher Chaeyoung, pelan, hingga cepat, dan panas! Chaeyoung berusaha mengelak, namun jujur saja dia merasa nikmat.
”Donghae-ya…” rintihnya.
Donghae kemudian merebahkan Chaeyoung dikasur, dan menindihnya, Donghae naikkan wajahnya, sehingga tepat menghadap wajah Chaeyoung yang bersinar karena sinar bulan. ”Please, let me…” bisiknya.
”Tapi…”
Donghae menatap Chaeyoung dalam, Chaeyoung bebas menolak, namun sejujurnya dia mau. Donghae tersenyum kecil, ”I’m yours, Honey…” kata Donghae, lalu langsung mengecup pelan bibir Chaeyoung yang pasrah, hingga Chaeyoung rasanya mau meledak, dan kehabisan napas. Ketika sudah selesai mengambil napas, Donghae menciumnya ke leher, sembari tangan satunya menyelusup ke dalam gaun tidur panjang Chaeyoung, gaun itu sudah naik sampai di pinggang Donghae, dan Donghae berhasil mencapai apa yang dia cari, dilepaskannya ikatan bra Chaeyoung, Chaeyoung menjerit perlahan.
”Donghae-ya…” panggil Chaeyoung perlahan.
Donghae sudah melepaskan bra Chaeyoung, dan kini dia bebas menjelajah, sementara Chaeyoung dibuat kembang-kempis. Donghae menciumnya dalam dan lama lagi, ketika akhirnya tangan Chaeyoung pun ikut bergerak, Chaeyoung perlahan melepaskan kaus polo Donghae, melewati kepalanya, dan Donghae melempar kausnya begitu saja ke lantai. Donghae pun melepaskan gaun tidur Chaeyoung, dan melemparnya juga ke bawah berikut software-nya.
Tangan Chaeyoung turun ke celana jins Donghae, dilepaskannya celana itu perlahan, dan Donghae membantunya. Setelah tak ada halangan lagi diantara keduanya, Donghae kembali melancarkan aksinya, diciumnya kening, kedua mata Chaeyoung, hidung, bibir, dagu, hingga turun ke dadanya. Digigitnya satu persatu, dan kecupnya lagi bekas gigitan, sementara tangan satunya bekerja di bawah. Chaeyoung nyaris menjerit, ketika akhirnya Donghae melakukannya. Awalnya pelan, namun lama kelamaan semakin liar, hingga akhirnya keduanya sampai di titik batas, dan Donghae terkulai lemas di atas tubuh Chaeyoung. Keduanya sesaat terdiam, mengatur napas, sementara Chaeyoung membelai punggung kekasihnya itu.
”Jagi…” panggil Chaeyoung.
”Hmm?” jawab Donghae dengan mata terpejam.
”Kau menginap disini?”
Donghae menjawab lagi. ”Kau mau aku pulang?”
”Aku mau tidur memelukmu semalaman…” jawab Chaeyoung sambil membelai kepala Donghae, rambutnya sedikit basah karena keringat. ”Tapi bagaimana dengan seminarmu besok?”
Donghae menjawab. ”Aku akan bangun pagi, aku akan tidur disini, memelukmu sampai pagi. Oke, Jagi?”
”Oke…”

Itu adalah pertama kali keduanya menghabiskan malam bersama.

Gak tau ada pikiran apa waktu bikin ini, yang jelas aku yakin banget kalo Donghae jagooooo… wkwkwkwk, hehehe. Maaf ya buat bini-bininya Donghae, wkwkwk  no offense, cuma imajinasi liar saja. Buat yang mau publish, klo udh di publish, makasih banyaaaaaak

__________________________________________________________

nah ini versi lengkap dari FF NC si Chaeyoung yang bikin kontroversi di Superjuniorff2010.wordpress.com hahahaha...

0 comments:

Post a Comment